Untuk
mengatasi keterbatasan jumlah benih hasil pemuliaan , dibutuhan kegiatan
perbanyakan benih (Seed Multipication) atau produksi benih (seed production).
Sistem perbanyakan benih dilakukan secara berjenjang dengan mempertahankanidentitas
genetis dan kwalitas benih dari varietas yang dihaslkan pemulia tanaman.
Benih
hasil produksi ini kemudian
dikelompokkan ke dalam kelas-kelas sesuai dengan tahapan generasi
perbanyakan dan tingkat standar mutunya, melalui suatu prosedur yang diatur dalam sertifikasi benih. Dan system dibagi
menjadi 4:
1.Benih Penjenis (breeder Seed/BS) adalah benih
yang diproduksi dibawah pengawasan
pemulia tanaman dan atau oleh instansi yang menanganinya. Benih ini
sebagai sumber untuk perbanyakan benih dasar. Khusus untuk benih penjenis tidak
dilakukan sertifikasi tetapi diberikan label warna putih.
2. Benih Dasar (Foundation seed / FS)adalah keturunan
pertama (F1) dari Benih Penjenis Bi diproduksi dan diawasi secara ketat oleh
pemulia tanaman sehingga kemurnian varitasnya dapat dipertahankan. Benih dasar
diproduksi oleh Balai Benih ( terutama Balai Benih Induk/BBI) dan proses
produksinya diawasi dan disertifikasi oleh BPSB. Dan benih dasar diberi label
putih.
3. Benih Pokok (Stock seed/SS)adalah keturunan pertama (F1)dari
Benih Dasar atau F2 dari Benih Penjenis .Produksi benih pokok tetap
mempertahankan identitas dan kemurnian varitasnnya serta memenuhi standar
peraturan perbenihan maupun sertifikasi benih.
4. Benih Sebar xtension seed/ES)adalah keturunan pertama Benih Pokok, Benih Dasar
atau Benih. Produksi benih pokok tetap mempertahankan identitas dan kemurnian
varitasnnya serta memenuhi standar peraturan perbenihan maupun sertifikasi
benih.
Perbanyakan benih pada umumnya dimulai
dari penyediaan benih penjenis (BS) oleh Balai Penelitian Komoditas, sebagai sumber bagi
perbanyakan benih dasar (FS), benih dasar sebagai sumber bagi perbanyakan benih
pokok (SS), dan benih pokok sebagai sumber bagi perbanyakan benih sebar (ES).
Kesinambungan alur perbanyakan benih tersebut sangat berpengaruh terhadap ketersediaan
benih sumber yang sesuai dengan kebutuhan produsen/penangkar benih dan
menentukan proses produksi benih
Selain dengan pengkelasan benih, upaya pemenuhan
kebutuhan benih bersertifikat juga dilakukan dengan strategi alur perbanyakan
benih. Benih dengan indeks penangkaran tinggi menggunakan strategi perbanyakan
pola monogeneration
flow (alur perbanyakan tunggal), seperti padi dan jagung. Adapun benih yang
memiliki indeks penangkaran rendah menggunakan strategi penangkaran strategi
pola penangkaran polygeneration flow
(alur perbanyakan ganda) seperti pada kedelai. Pada system alur perbanyakan
benih monogeneration flow, tiap kelas benih diperbanyak untuk menghasilkan
kelas benih dibawahnya sehingga F3 dari benih penjenis adalah kelas benih
sebar. Adapun pada system polygeneration flow, setiap kelas benih dapat
diperbanyak untuk menghasilkan kelas benih yang sama dengan maksimal generasi
diperbanyak 4 kali. Dengan demikian, F3 dari kelas benih penjenis bukan benih
sebar, melainkan benih penjenis ke-3 yang dapat dijadikan sebagai bahan
perbanyakan kelas benih penjenis ke-4 atau kelas benih dasar.
Penerapan system alur perbanyakan benih selalu
mempertimbangkan aspek volume kebutuhan benih dan indeks penangkaran benih.
Oleh kernanya, penerapan alur generasi ganda tidak harus sampai ke generasi
ke-4, tetapi dapat hanya sampai generasi ke-3 atau ke-2 bila kebutuhan benih telah
tercukupi.
Selain dikenal dua system alur perbanyakan benih, sebagai strategi
perbanyakan transisi pun dikenal pula dalam perbanyakan benih kacang-kacangan.
Pada system alur perbanyakan ini, benih diperbanyak secara alur generasi
tunggal sampai dengna kelas benih pokok dan selanjutnya benih diperbanyak
secara alur ganda untuk menghasilkan kelas benih sebar. Hal ini pun diterapkan
dengan pertimbangan kebutuhan benih di lapang sehingga tidak perlu benih F4.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi mmutu benih
Mutu benih merupakan perpaduan dari karakter genetik
dan pengaruh lingkungan. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu
benih antara lain factor genetika, factor lingkungan, dan factor status benih (
kondisi fisik dan fisiologis benih)
1.
Factor genetic
Genetic merupakan factor bawaan yang berkaitan
dengan komposisi genetika benih.
2.
Factor
lingkungan
Fakor lingkungan yang berpengaruh terhadap mutu
benih berkaitan dengan kondisi dan perlakuan selama prapanen, pascapanen,
maupun pada saat pemasaran benih. Factor-faktor tersebut adalah sebagai
berikut:
a.
Lokasi produksi
dan waktu tanam
Lokasi
produksi benih dipilih lahan yang subur, tidak merupakan sumber investasi hama
dan penyakit, serta sumber kontaminan terhadap varietas tanaman yang akan diproduksi.
Dalam memilih lokasi produksi, senantiasa memperhatikan sejarah lahan dan
ondisi pertanaman sekitar lahan.
b.
Teknik budi daya
Semua
tindakan dalam teknik budi daya produksi benih akan berpengaruh langsung
terhadap mutu benih.
c.
Waktu dan cara
panen
Dalam
pembentukannya, benih mengalami beberapa stadia, yaitu stadia pembentukan,
stadia matang morfologis, stadia perkembangan benih, dan stadia masak
fisiologis. Pada stadia masak fisiologis, bobot kering benih mencapai maksimum
dan benih telah lepas dar tanaman induknya. Pada saat itu, kada iar benih cukup
tinggi sehingga tidak cukup aman terhadap kerusakan mekanik pada saat panen
meupun pascapanen. Oleh karenanya, saat panen yang sering dilakukan yaitu
beberapa hari setelah masak fisiologis, sampai kadar air benih cukup aman untuk
panen dan penanganan pasca panen.
d.
Penimbunan dan
penanganan hasil
Ketika
dipanen, kadar air benih masih relative tinggi dan masih dalam bentuk caon
benih (masih dalam malai, di dalam polong, kelobot, atau struktur pembungkus
benih lainnya). Keadaan tersebut membawa konsekuensi pada tingginya proses
metabolisme yang terjadi di dalam benih, tingginya tingkat kepekaan benih
terhadap benturan dengan alat-alat (mesin) pengolahan pada pascapanen, serta
tingginya potensi serangan hama dan penyakit. Oleh karenanya, system penimbunan
dan penanganan hasil sangat berpangaruh pada kualitas benih yang akan
dihasilkan.
3.
Factor kondisi
fisik dan fisiologis benih
Factor ini berkaitan dengan performa benih seperti
tingkat kemasakan, tingkat kerusakan mekanis, tingkat keusangan (hubungan
antara vigor awal dan lamanya disimpan), tingkat kesehatan,ukuran dan berat
jenis, komposisi kimia, struktur, tingkat kadar air, dan dormasi benih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar